Jakarta (ANTARA) - Studi terbaru yang dilakukan Lawrence Armstrong
tahun 2010 menunjukkan bahwa perempuan lebih sensitif terhadap pengaruh
kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi dibandingkan pada pria.
"Pada tingkat dehidrasi 1,3 persen perempuan telah menunjukkan
gejala berkurangnya kinerja, kemampuan kognitif dan mood serta
menimbulkan gejala-gejala umum dehidrasi. Pada pria mulai ada pengaruh
pada tingkat dehidrasi 1,5 persen," kata Dr. Saptawati Bardosono, MD,
MSc dari Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam
seminar di Jakarta, Rabu.
Saptawati memaparkan hasil penelitian pakar hidrasi Lawrence
Armstrong, PhD bekerjasama dengan pakar neuro-cognition Harris R.
Lieberman, PhD dari Amerika Serikat yang dilakukan terhadap 26 pria dan
25 perempuan dewasa itu.
Para subyek penelitian dilakukan pemeriksaan dengan melakukan
"treadmill" sebanyak 3x40 menit pada suhu ruangan kerja dan diminta
untuk menyelesaikan tes kognitif.
Hasil penelitian menunjukkan dehidrasi sebesar 1,5 persen pada pria
menyebabkan sulit berkonsentrasi dan mengingat, lelah dan tegang.
Sedangkan pada perempuan, dehidrasi 1,3 persen saja telah
menyebabkan dampak negatif yang lebih kompleks antara lain lelah, mudah
marah, bingung, mengantuk, hilang konsentrasi, pusing dan kesulitan
dalam menyelesaikan tugas.
"Dehidrasi secara signifikan menyebabkan kebingungan dan kelelahan
disamping menunjukkan gejala-gejala umum dehidrasi seperti mengantuk,
sakit kepala dan cepat terganggu emosinya," ujar Saptawati.
Hal itu disebabkan karena fisiologi perempuan dan pria memang berbeda sehingga reaksi terhadap dehidrasi juga berbeda.
"Perempuan memiliki komposisi lemak lebih tinggi sementara pria
memiliki komposisi otot yang lebih tinggi. Pada perempuan komponen air
memang lebih rendah, selain juga dipengaruhi faktor hormonal sehingga
lebih sensitif terhadap kekurangan cairan," papar spesialis gizi Dr.dr.
Lucianan Sutanto, SpGK.
Saat ini diperkirakan masyarakat di seluruh negara termasuk
Indonesia sedang mengalami masalah dehidrasi ringan kronik yang
diakibatkan oleh gangguan pada mekanisme rasa haus, kurang menyukai rasa
air minum, kebiasaan mengkonsumsi diuretika alamiah seperti kafein dan
alkohol serta rendahnya partisipasi fisik maupun kondisi lingkungan
seperti sanitasi yang kurang baik.
"Masyarakat sebaiknya mewaspadai tanda-tanda dehidrasi. Pada
dehidrasi ringan-sedang ciri-cirinya adalah mulut kering dan lengket,
mengantuk dan lelah, haus, urinnya sedikit, airmata kering, sakit
kepala, pusing atau silau melihat sinar," papar Saptawati.
Sedangkan dehidrasi berat akan menyebabkan rasa haus yang parah,
sangat mengantuk dan kebingungan, tidak berkeringat, urin sedikit dan
berwarna kuning gelap atau tidak ada urin sama sekali, mata cekung,
menggigil dan kulit kering, tekanan darah rendah, nadi cepat, panas
badan dan kesadaran menurun.
Gejala sakit kepala yang sering diderita seseorang disebut Saptawati
adalah sebagai salah satu gejala bahwa tubuh kekurangan cairan.
"Bila diabaikan dan tidak segera dikoreksi dengan minum air maka
dapat menurunkan performa kerja, gangguan konsentrasi, gangguan fungsi
kognitif dan menurunkan performa fisik secara menyeluruh karena
meningkatnya rasa lelah," ujarnya.
Selain untuk mengatur suhu tubuh, air dalam tubuh berfungsi antara
lain untuk melembabkan jaringan mulut, mata dan hidung, melindungi organ
dan jaringan tubuh, membantu mencegah konstipasi, membantu melarutkan
mineral dan zat gizi lainnya sehingga dapat dimanfaatkan tubuh, sebagai
pelumas sendi serta meringankan beban ginjal dan hati dengan melarutkan
sisa-sisa metabolisme.
Kekurangan cairan tubuh hingga 20 persen akan berakibat fatal bagi tubuh yang dapat berakibat koma dan bahkan kematian.